MINTA MAAF TAPI TIDAK DIMAAFKAN

*MINTA MAAF TAPI TIDAK DIMAAFKAN*July 7, 2018Ada seseorang yang memohon maaf karena suatu kesalahan yang dia lakukan kepada orang lain, tapi yang bersangkutan tetap tidak mau memaafkan. Apakah dia masih menanggung dosa karena tidak dimaafkan?Kita memang diwajibkan untuk bertaubat dari semua perbuatan dosa yang kita lakukan.وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ_“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”_ (QS. An-Nuur : 31)Yaitu dengan menjalankan syarat-syarat taubat yang telah dimaklumi, seperti menyesal, meninggalkan, dan bertekad untuk tidak lagi mengulanginya di masa mendatang.Hanya saja, apabila dosa tersebut berkaitan dengan orang lain. Maka di sana ada syarat tambahan berupa :– Memohon maaf kepada orang yang dia zalimi,– Apabila berupa harta maka dengan cara mengembalikannya kepada sang pemilik, sedang bila pemilik harta telah meninggal dunia maka diberikan kepada ahli warisnya. Tapi bila tidak diketahui pula keberadaan ahli warisnya maka dengan cara bersedekah dengan niatan pahalanya ditujukan untuk orang yang hartanya dia ambil tadi,– Bila berkaitan dengan kehormatan, seperti dosa ghibah (menggunjing), maka ia harus memperbaiki nama baik orang yang ia gunjing dengan cara menyebut-nyebut kebaikannya pada orang-orang.Demikian intisari dari penjelasan Faqiihul ‘Ashr, Al ‘Allamah Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam beberapa fatwa beliau dalam program Fataawa Nuur ‘alad Darb saat menjelaskan tentang syuruuth taubah.Lalu bagaimana bila sudah meminta maaf, tapi juga tetap tidak dimaafkan? Apakah taubatnya sah dan diterima oleh Allah?Jawabnya : Ya, taubatnya teranggap sah apabila dia memang bersungguh-sungguh dalam merealisasikan syarat bertaubat dan serius untuk meminta maaf. Asy-Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :وإذا بذل ما يستطيع من طلب إحلاله منه، فأبى من له حق، فإنه مع التوبة الصادقة النصوح يقضي الله عز وجل عنه ما تحمله لأخيه_“Apabila ia telah berupaya secara maksimal untuk meminta maaf namun saudaranya tetap enggan memaafkan, sedang taubatnya jujur lagi tulus maka Allah subhanahu wa ta’ala yang akan menuntaskan kesalahan yang ia perbuat pada saudaranya.”_ (Fataawa Nuur ‘alad Darb, kaset no. 248)Jadi pada prinsipnya, kembali pada kejujuran taubat kita pada Allah di saat memang keadaannya demikian.— Odah Etam, @Kota Raja— Hari Ahadi, Akhir Muharram 1438/ 26 Oktober 2016nasehatetam.com

Menjual Kembali Barang Yang Dibeli (kulakan) 

عن ابْنَ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يَقُولُ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم –  مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ
_Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah dia menjualnya hingga dia melakukan serah terima dengan pemilik pertama.”_ (HR. Bukhari, no. 2133 dan Muslim, no. 3922)
Larangan menjual barang yang kita beli, sampai ada serah terima antara kita dengan penjual pemilik barang, tidak hanya berlaku untuk bahan makanan semisal beras dan gandum saja, namun juga berlaku untuk semua barang yang diperdagangkan.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ابْتَعْتُ زَيْتًا فِى السُّوقِ فَلَمَّا اسْتَوْجَبْتُهُ لِنَفْسِى لَقِيَنِى رَجُلٌ فَأَعْطَانِى بِهِ رِبْحًا حَسَنًا فَأَرَدْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى يَدِهِ فَأَخَذَ رَجُلٌ مِنْ خَلْفِى بِذِرَاعِى فَالْتَفَتُّ فَإِذَا زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فَقَالَ لاَ تَبِعْهُ حَيْثُ ابْتَعْتَهُ حَتَّى تَحُوزَهُ إِلَى رَحْلِكَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رِحَالِهِمْ
_Dari Ibnu Umar, “Pada suatu hari, aku membeli minyak di pasar. Setelah aku selesai mengadakan transaksi, ada orang yang menemuiku dan dia mau membeli minyak tersebut dengan memberi keuntungan yang bagus untukku. Di akhir-akhir pembicaraan, aku ingin menjabat tangannya sebagai pertanda terjadi akad jual beli, namun dari belakang terdapat seseorang yang memegangi tanganku. Setelah kutoleh, ternyata dia adalah Zaid bin Tsabit. Zaid mengatakan, ‘Jangan kau jual minyak di tempat engkau membelinya, sampai kau pindah dulu ke tempatmu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang barang dagangan yang dibeli itu dijual kembali di tempat pembelian, sampai para pedagang membawanya ke tempatnya masing-masing.’”_ (HR. Abu Daud, no. 3501; dengan sanad yang hasan)
_“Sila’”_ yang bermakna ‘barang dagangan’ itu mencakup barang dagangan dalam bentuk bahan makanan ataupun bentuk yang lain. Sehingga, hadis di atas adalah dalil yang menunjukkan larangan menjual barang kulakan hingga terjadi serah terima dengan penjual pertama itu tidak hanya berlaku untuk bahan makanan, namun juga berlaku untuk semua barang yang diperdagangkan.
Menjual barang, yang sudah mengalami transaksi jual beli namun belum mengalami serah terima, termasuk dalam hadis berikut ini,
عن عبد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : وَلاَ رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ
_Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah halal keuntungan yang didapatkan tanpa adanya tanggung jawab untuk menanggung kerugian.” (HR. Abu Daud, no. 3506; hadis hasan)_
Ketika barang kulakan masih di tempat penjual pertama, maka segala risiko kerusakan barang menjadi tanggung jawab penjual atau pemilik pertama. Sehingga, ketika barang tersebut kita jual kembali, kemudian pengiriman barang menjadi tanggung jawab penjual pertama, maka kita terbebas dari tanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi dikarenakan kerusakan barang tersebut selama berada di tempat penjual pertama atau kerusakan selama proses pengiriman. Dengan demikian, keuntungan yang kita dapatkan adalah keuntungan tanpa ada tanggung jawab untuk menanggung kerugian. Padahal, tolak ukur bentuk riil dari serah terima barang adalah kesepakatan masyarakat yang tidak tertulis dan berbeda-beda, tergantung barang yang diperdagangkan.
Ibnu Hajar mengatakan, _“Syafi’i merinci bentuk riil dari serah terima. Jika barang yang diperjualbelikan itu bisa diserahterimakan dengan tangan, semisal uang dan pakaian, maka bentuk riil serah terima adalah serah terima dengan tangan._
_Adapun jika barang yang diperjualbelikan itu tidak bisa dipindah, semisal rumah, tanah, dan buah yang ada di pohon, maka bentuk riil serah terima adalah dengan takhliah (pengosongan, alias mempersilahkan pembeli untuk memanfaatkan barang yang sudah dia beli, pent.)._ 
_Adapun jika barang dagangan tersebut biasanya dipindah dari satu tempat ke tempat yang lain, semisal kayu, biji-bijian, dan hewan, maka bentuk riil serah terima adalah dengan memindahkan barang tersebut ke tempat yang ada di luar kekuasaan penjual.”_ (Fathul Bari, jilid 5, hlm. 598–599, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh, cetakan ketiga, 1431 H)
Artikel www.PengusahaMuslim.com

Read more http://pengusahamuslim.com/2138-menjual-kembali-barang-yang-dibeli.html

Berilmu Sebelum Beramal

Allah _Subhaanahu Wa Ta’ala_ berfirman, 
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ
_“Maka ketahuilah, bahwa Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan memohonlah ampunan untukmu dan orang-orang beriman laki dan perempuan”_ (Q.S Muhammad: 19).
Ayat tersebut memerintahkan kepada Nabi Muhammad _Shallallaahu ‘alaihi wasallam_  untuk berilmu terlebih dahulu dengan firman-Nya _“Maka ketahuilah (berilmulah) …”_ sebelum berucap dan berbuat yaitu memohon ampunan kepada Allah _Subhaanahu Wa Ta’ala_. Al-Imam al Bukhari _rahimahullah_  menuliskan judul bab pada kitab Shahihnya dengan : “Bab Ilmu (didahulukan) Sebelum Ucapan dan Beramal“.

Umar bin al-Khottob _radhiyallaahu ‘anhu_ berkata :
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
_“Belajarlah ilmu sebelum menjadi pemimpin”_ (riwayat Ibnu Abi Syaibah)

Umar bin al-Khottob _radhiyallahu ‘anhu_ juga berkata :
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
_“Janganlah berjualan di pasar kami orang yang belum paham tentang ilmu agama”_ (riwayat at Tirmidzi)

Mu’adz bin Jabal _radhiyallaahu ‘anhu_ berkata:
الْعِلْمُ إمَامُ الْعَمَلِ وَالْعَمَلُ تَابِعُهُ
_“Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu”_ (Dari kitab al-Amru bil Ma’ruf wan nahyu anil munkar karya Ibnu Taimiyyah halaman 15).
Umar bin Abdil Aziz _rahimahullah_ berkata:
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِح
_“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki”_ (Dari kitab Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah: 2/383).

*Ilmu Menyebabkan Amal yang Sedikit Menjadi Barakah*
Abud Darda’ _radhiyallaahu ‘anhu_ berkata :
يا حبذا نوم الأكياس وإفطارهم كيف يعيبون سهر الحمقى وصيامهم ومثقال ذرة من بر صاحب تقوى ويقين أعظم وأفضل وأرجح من أمثال الجبال من عبادة المغترين
_“Duhai seandainya (kita dapatkan) tidur dan makan minumnya orang berilmu. Bagaimana bisa orang terperdaya dengan terjaganya (dalam sholat) dan puasanya orang yang bodoh. Sungguh kebaikan sebesar biji dzarrah dari orang yang bertaqwa dan yakin (berilmu) lebih agung, lebih utama, dan lebih berat timbangannya dibandingkan amalan sebesar gunung dari orang yang tertipu (orang bodoh)”_ (Hilyatul Awliyaa’ juz 1 halaman 211).
Syaikh Shalih bin Abdil Aziz Aalus Syaikh dalam _Syarh Tsalaatsatil Ushul_ menjelaskan makna ucapan Sahabat Nabi Abud Darda’ ini bahwa tidur serta makan minumnya orang yang berilmu jauh lebih besar keutamaannya dibandingkan puasa dan qiyamul lailnya orang yang bodoh.
Jadi berilmu dulu ya sebelum beramal…
***
Penulis: Al-Ustâdz Fuad Hamzah Baraba, Lc.
Artikel muslim.or.id

Boleh-boleh saja suami istri tidak berpakaian sehingga bisa saling melihat satu dan lainnya

Hal ini dibolehkan karena tidak ada batasan aurat antara suami istri. Kita dapat melihat bukti hal ini dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنْ جَنَابَةٍ
“Aku pernah mandi bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub” (HR. Bukhari no. 263 dan Muslim no. 321). 
Diriwayatkan lbnu Hibban dari jalan Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang hukum seorang suami melihat aurat istrinya. Maka Sulaiman pun berkata, ‘Aku pernah bertanya kepada ‘Atha tentang hal ini, ia menjawab, ‘Aku pernah menanyakan permasalahan ini kepada ‘Aisyah maka ‘Aisyah membawakan hadits ini dengan maknanya’.” (Fathul Bari, 1: 364).
Sebagai pendukung lagi adalah dari ayat Al Qur’an berikut, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” (QS. Al Mu’minun: 5-6). 
Ibnu Hazm berkata, “Ayat ini umum, menjaga kemaluan hanya pada istri dan hamba sahaya berarti dibolehkan melihat, menyentuh dan bercampur dengannya.” (Al Muhalla, 10: 33)

Sedangkan hadits,
إِذَا أَتَى أَهْلَهُ فَلاَ يَتَجَرَّدَا تَجَرُّدَ العَيْرَيْن
“Jika seseorang menyetubuhi istrinya, janganlah saling telanjang.”  (HR. An Nasai dalam Al Kubro 5: 327 dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6: 163). Abu Malik Kamal As-Sayyid Salim, penulis Kitab Shahih Fiqh Sunnah mengatakan bahwa hadits ini munkar, tidak shahih. Maka asalnya boleh suami istri saling telanjang ketika hubungan intim. 
Wallahu a’lam.
sumber : rumaysho.com

Cara Meruqyah Diri Sendiri

Bagaimana Cara Meruqyah Diri Sendiri?
 
Bagaimana cara meruqyah diri sendiri, mohon penjelasannya. Terima kasih ustaz…
 
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ruqyah termasuk bagian dari doa. Hanya saja, umumnya dalam bentuk memohon perlindungan dari gangguan sesuatu yang tidak diinginkan. Baik penyakit batin atau fisik.
Ibnul Atsir mengatakan,
والرقية : العوذة التي يرقى بها صاحب الآفة كالحمى والصرع وغير ذلك من الآفات
Ruqyah adalah doa memohon perlindungan, yang dibacakan untuk orang yang sedang sakit, seperti demam, kerasukan, atau penyakit lainnya. (an-Nihayah fi Gharib al-Atsar, 2/254)
 
Karena itu, kalimat yang dibaca dalam ruqyah sifatnya khusus. Sementara doa lebih umum, mencakup semua bentuk permohonan.
al-Qarrafi mengatakan,
والرقى ألفاظ خاصة يحدث عندها الشفاء من الأسقام و الأدواء والأسباب المهلكة
Ruqyah adalah lafadz khusus yang diucapkan dengan niat mengucapkannya untuk kesembuhan dari penyakit, dan segala sebab yang merusak. (Aunul Ma’bud, 10/264)
 
Karena itu, prinsip dari ruqyah adalah membaca ayat al-Quran atau doa-doa dari hadis, dengan niat untuk melindungi diri dari penyakit dalam diri kita, baik fisik maupun non fisik. Di sinilah kita bisa membedakan antara ruqyah dengan membaca al-Quran biasa. Bacaan al-Quran bisa menjadi ruqyah, jika diniatkan untuk ruyah.
 
Dan kondisi hati sangat menentukan kekuatan ruqyah. Semakin tinggi tawakkal seseorang ketika meruyah, semakin besar peluang untuk dikabulkan oleh Allah. Karena itu, sebelum melakukan ruqyah, orang perlu menyiapkan suasana hati yang baik. Tanamkan tawakkal kepada Allah, dan perbesar husnudzan (berbaik sangka) bahwa Allah akan menyembuhkannya.
 
Apa yang bisa dilakukan?
Ada beberapa adab yang bisa anda lakukan ketika hendak meruqyah,
[1] Berwudhu terlebih dahulu, karena ketika membaca kalimat thayibah, dianjurkan dalam keadaan suci.
[2] Baca ayat al-Quran yang sering digunakan untuk ruqyah, dengan niat ruqyah. Seperti ayat kursi, dua ayat terakhir surat al-Baqarah, atau surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas, atau ayat lainnya.
[3] Bisa juga dengan menggunakan doa yang pernah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[4] Bisa juga dengan mengusapkan tangan ke anggota tubuh yang bisa dijangkau, atau ke anggota tubuh yang sakit.
[5] Atau menggunakan media air. Caranya, kita membaca ayat-ayat ruqyah dengan mendekatkan segelas air bersih di mulut. Selesai baca, air diminum.
[6] Selanjutnya, tawakkal kepada Allah.
 
Beberapa Praktek Ruqyah diri Sendiri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita beberapa doa dan ruqyah yang bisa kita baca ketika sakit. Diantaranya,
Pertama, doa ketika ada bagian anggota tubuh yang sakit.
Caranya,
[1] Letakkan tangan di bagian tubuh yang sakit
[2] Baca “bismillah” 3 kali
[3] Lanjutkan dengan membaca doa berikut 7 kali,
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
(A’uudzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru )
 
“Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan.”
 
Dalilnya:
Dari Utsman bin Abil Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mengadukan rasa sakit di badannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam..  Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya,  “Letakkanlah tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu,”  lalu beliau ajarkan doa di atas. (HR. Muslim 5867 dan Ibnu Hibban 2964)
 
Kedua, ruqyah sebelum tidur
Gabungkan dua telapak tangan, lalu dibacakan surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, lalu tiupkan ke kedua telapak tangan. Kemudian usapkan kedua telapak tangan itu ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau. Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan.
Kemudian diulang sampai tiga kali.
Ini berdasarkan hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelulm tidur. (HR. Bukhari 5017 dan Muslim 2192).
 
Ketiga, ruqyah ketika terluka
Ambil ludah di ujung jari, kemudian letakkan di tanah, selanjutnya letakkan campuran ludah dan tanah ini di bagian yang luka, sambil membaca,
بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
(Bismillah, turbatu ardhinaa bi riiqati ba’dhinaa, yusyfaa saqimuna bi idzni rabbinaa..)
“Dengan nama Allah, Debu tanah kami dengan ludah sebagian kami semoga sembuh orang yang sakit dari kami dengan izin Rabb kami.” (HR. Bukhari 5745 & Muslim 5848).
 
Mencegah Lebih Baik dari Pada Mengobati
Teori ini berlaku umum, baik dalam ilmu medis konvensional maupun ilmu medis nabawi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak mengajarkan kepada umatnya untuk lebih banyak berdzikir, merutinkan dzikir dalam setiap keadaan, terutama setiap pagi dan sore.
Banyak diantara doa dan dzikir pagi-sore yang dijadikan sebab untuk mendapat penjagaan dari Allah dari setiap gangguan makhluk yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. 
Karena itulah, di dua waktu ini, Allah memotivasi kita untuk kita untuk memperbanyak berdzikir,
 
Allah perintahkan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu istighfar dan banyak berdzikir setiap pagi dan sore,
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
“Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (QS. Ghafir: 55).
 
Allah perintahkan Nabi Zakariya untuk rutin berdzikir setiap pagi dan sore,
وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
“Perbanyaklah berdzikir menyebut nama Rabmu, dan sucikan Dia setiap sore dan pagi.” (QS. Ali Imran: 41).
 
Allah juga memuji orang yang rajin dzikir dan berdoa setiap pagi dan petang,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
“Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya…” (QS. al-Kahfi: 28).
 
 
Selengkapnya bisa anda pelajari di:

Dzikir Penangkal Gangguan Jin dan Sihir


dan

Dzikir Penangkal Gangguan Jin dan Sihir (Bagian 02)


 
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits

70rb yang tanpa hisab masuk surga

Mereka adalah masing masing pemimpin dg pengikut 70rb

Hanya ada dikalangan umat Nabi Muhammad SAW

Orang soleh yg mendahulukan kebaikan

Mereka yang tidak minta diruqyah baik utk diri sendiri maupun utk orang lain karena akan mengurangi kadar tawakal

Mereka yang tidak minta key yaitu mengobati dengan besi tempa yang panas hingga mengurangi kadar tawakal

Mereka yg tidak melakukan tiaroh yaitu yg bersikap optimis dan pesimis kecuali sikap optimis yg tdk dilarang.

Mereka yang bertawakal kepada Allah SWT sehingga semua tindakan yg mengurangi tawakal kepada Allah SWT akan menghalangi org masuk surga tanpa hisab

Arti Sahabat

Sahabat ada 3 makna

1.sahabat dalam arti bahasa siapapun yang pernah bertemu dengan kita secara langsung

2.sahabat dalam arti sar’i semua yang pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW hingga meninggal tidak murtad

3.sahabat dalam arti umum adalah orang dekat

Iman,Dzalim,Aman dan Hidayah

Ulama membagi iman menjadi dua :

1.Iman mutlak artinya iman yang sempurna iman yang sama sekali tidak tercampur ke dzaliman baik kepada khalik maupun kepada makhluk atau dirinya sendiri.

Balasan yang didapat adalah keamanan yang mutlak dan hidayah yang mutlak baik di dunia dan akhirat

2.Iman tidak sempurna artinya iman yang masih tercampur unsur kedzaliman

Balasan yang di dapat adalah keamanan yang tidak sempurna dan hidayah yang tidak sempurna

Syirik

Menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal yang menjadi kekhususan bagi Allah

Penjelasan

Menyamakan atau mengagungkan mahkluk sejajar atau sama dengan Allah

Semua syafaat hanya milik Allah

Untuk mendapatkan syafaat hanya mintalah kepada Allah SWT